Tittle |
WIWYG Part 2 - It’s Not Easy
|
Author |
HalfAngel |
Main Cast |
Lalisa
Manoban as Lalice |
|
Kunpimook Bhuwakul (Bambam) as
Bambam |
|
Goo Junhoe (Junhoe)
as Goo Junhoe (Junhoe) |
Other Cast |
iKon member
and Pink Punk member |
Special Cameo |
Yang Hyunsuk
CEO |
Genre |
Friendship, Rommance, Hurt (maybe)
|
Length |
Triology +
Epilog |
Rating |
T |
Summary |
“You're a bad boy I am a bad girl. We were in a
bad relationship from the start. Obsessing and restricting each other. We
spit out words we didn't mean. Even after the repeating fights, you belived
this was love?” |
Hmm…
sebenernya author lagi galau, tapi kegalauan author yang satu ini ga bisa
diceritain dimana-mana wkwk. Oke kalo gitu ini part 2 dari cerita wiwyg.
Sebenernya mau dipost barengan sama ulang tahun Bambam kemarin, ya tapi
berhubung ga ada koneksi akhirnya ditunda sampai sekarang haha.
Oh
iya sebelum lupa author mau minta maaf banget kalau disini tokoh Bambam author
nistain sedalem-dalemnya. Author ga benci sama Bambam kok, cuman Bambam pas
banget buat dijadiin cast buat tokoh satu ini. Jadi jangan benci Bambam, Lalice
ataupun Junhoe ya…. Selamat membaca :)
“Bambam-a aku minta
maaf atas segala perlakuan tidak mengenakkan yang telah kau terima dariku. Aku
sadar manusia hidup itu untuk mencari teman bukan untuk mencari musuh.” Lalice
mengirimkan kalimat permintaan maafnya pada Bambam dengan ponselnya.
“No problem, nggak
masalah kok.” Bambam membalas pesan yang dikirim Lalice.
Tidak ada balasan,
sampai beberapa hari akhirnya Bambam memutuskan untuk menghubungi Lalice
kembali. Ia menyatakan perasaannya pada Lalice. Namun sayangnya Lalice tak
pernah berniat untuk membaca pesan itu, ia hanya melihat notifikasi di atas
layar kemudian menghapus notifikasinya. Beberapa minggu berlalu dan Lalice
hanya membiarkan pesan itu berlabel ‘Delivered’ sampai akhirnya Lalice membaca
seluruh isinya dan juga masih membiarkan pesan itu berlabel ‘Read’ saja.
Berhari-hari pesan
itu berlabel ‘Read’ dan Bambam masih mencoba menghubungi Lalice. Jujur saja
mungkin Lalice memang sudah malas berurusan dengan namja yang mempunyai asal
negara sama dengannya. Bukan karena pandangan subjektif, tapi memang Lalice
ingin menghargai Junhoe dan apa yang telah ia katakan.
#Flashback
“Kau ingat hari
dimana kita semua berangkat menuju dorm yang telah ditentukan YG Sajangnim?”
Jisoo menanyakan pertanyaan aneh pada Lalice.
“Umm... tentu saja,
bagaimana aku bisa lupa.” Lalice menjawab dengan mantap.
“Kau tau, sebelum
kau dan Junhoe bertemu dia sibuk mencarimu diantara kerumunan orang banyak itu.
Bahkan ia menelponku untuk menanyakan keadaanmu.” Jisoo menjelaskan apa maksud
ia menanyakan pertanyaan aneh tadi.
“Jinjja? Benarkah
unnie?” Lalice meragukan pernyataan yang dikeluarkan Jisoo tadi.
“Apa kau melihat
gelagat kalau aku ini berbohong huh?? Tentu saja tidak.”
“Kau tau, Juhoe
juga pernah mengatakan jika ia rela melihatmu bersanding dengan laki-laki lain
jika memang kalian tidak berjodoh. Tapi Junhoe tidak akan pernah menyetujui
jika kau menerima Bambam sebagai kekasihmu. Aku tidak menanyakan alasan pasti
kenapa dia mengatakan itu, tapi yang jelas kemungkinan besar Junhoe sudah pasti
tau hal buruk yang selalu Bambam lakukan.” Jisoo menjelaskan panjang lebar.
“Unnie.... aku
tidak salah dengar kan?” Lalice mencoba meluruskan apa yang barusan ia dengar.
“Kau bisa lihat aku
tidak memutar mataku ketika aku berbicara tadi kan, apa itu masih kurang
membuktikan kalau aku berkata yang sejujur-jujurnya?” Jisoo memelototi Lalice
sebagai bentuk protesnya.
“Ne unnie, aku bisa
mempercayai kata-katamu. Hahaha......” Lalice tertawa geli melihat kelakuan
unnienya tadi.
#End of Flashback
“Benarkah kau
mengatakan itu untukku Junhoe oppa?” Lalice menarik napas dalam-dalam mencoba
menghilangkan kegelisahannya.
Sementara Bambam
masih mencoba menterror Lalice dengan kalimat-kalimat manis yang ia lontarkan.
Entah itu kalimat manis yang memang tulus diucapkan atau hanyalah kalimat
rayuan semata.
“Bambam-a, kau tau
dulu memang aku pernah mempunyai perasaan padamu. Tapi sekarang dalam lubuk
hatiku tidak ada celah kecil untukmu. Akupun tak tau kapan perasaanku padanya
akan hilang.” Lalice kembali menghembuskan nafas panjangnya.
“Junhoe oppa...
kenapa sangat sulit menghapusmu dari memori otakku?”
Bambam : Lisa-ya
berikan aku alamat dormmu. Minggu depan aku akan kesana.
Lalice : Kau bisa
cari di google alamat YG Training Centre.
Bambam : Yang benar
saja, aku tidak mungkin menemuimu disana.
“Ottokhae??? Aish
jinjja.... aku 100% tidak akan mempercayai kata-kata namja ini. Eishh...”
Lalice menggerutu sendiri membaca pesan yang masuk ke ponselnya.
Lalice : 591-1 Seongsan-dong Mapo-gu, Seoul
Bambam : Ok, minggu depan aku datang.
***
Suatu Sabtu di bulan November, ketujuh yeoja
bersemangat untuk bersama-sama mencari makan malam di antrian kerumunan
orang-orang yang sedang bersuka cita dengan orang terkasih memanfaatkan waktu
akhir pekan. Terlihat ketujuh yeoja itu mengerumuni sebuah warung yang
menjajakan ddubokkie.
“Umm.. sebentar ya, ada yang menelponku.” Lalice
segera menjauh dari unnie dan dongsaengnya.
Ternyata sebuah panggilan video.
“Hallo…” Lalice menjawab panggilan video itu, tapi
bukannya mengarahkan kamera depannya pada wajahnya ia malah membalik posisi
ponselnya. Jadilah ia mengangkat telepon dengan posisi terbalik, ia malah
menempelkan kamera belakang pada daun telinganya.
“Ya! Kenapa kau tidak menampakkan wajah manismu
chagi?” terdengar suara namja dari balik layar.
“Anieyo aku sedang diluar… pai pai.” selesai menjawab
seperlunya Lalice mematikan sambungan panggilan video.
Belum selesai usaha namja satu ini, ia mengirimkan
gambar meme dengan tulisan “I want to be yours, but you hate me” disertai
dengan voice note yang bahkan Lalice tak mengerti suara itu menyuarakan apa.
Lalice tak dapat mendengar dan memahami isi voice note itu dengan baik. Puncak
dari kekesalannya, yeoja itu mencopot baterai smartphonenya dan memasukkannya
dalam tas.
“Eishh jinjja, memangnya aku siapa? Chagi? Eww…”
gerutu Lalice sebal menghampiri keenam temannya yang sudah duduk manis didepan
makanan yang mereka pesan.
“Ya!! Kenapa mukamu terlihat seperti melihat hantu
huh?” Jisoo memastikan keadaan Lalice.
“Anieyo unnie, I’m fine. Ayo makan!!” Lalice kembali
terlihat bersemangat begitu melihat banyak makanan di meja.
Mereka semua menghabiskan waktu malam minggu sampai
tenggah malam. Tak terasa mereka banyak menghabiskan obrolan di taman kota yang
kini telah sepi tanpa ada orang yang berlalu lalang. Menyanyikan lagu sunbaenim
mereka dan menghabiskan waktu untuk mengobrol tentang masa depan mereka.
“Ayo pulang, sudah terlalu larut.” Jennie mengajak
seluruh temannya pulang karena waktu telah memaksa mereka untuk kembali ke
Dorm.
“Besok minggu kan? Ayo kita main, mencari baju baru
hehe....” Jinny kembali bersuara disela perjalanan menuju dorm.
“Oke. Call, ayo kita mencari aksesoris untuk ketujuh
member.” ajak Miyeon bersemangat.
“Ayoo.... bukankah Team B dulu juga mempunyai
aksesoris persahabatan? Ayo kita buat versi Pink Punk!!” Chaeyong menambahi.
“Setuju......” Jisoo menjawab dengan bersemangat.
Seperti yang telah dijadwalkan, Minggu siang mereka
pergi mencari aksesoris dan kebutuhan mereka setelah mendapat ijin dari staff
YG. Mereka bersama-sama pergi ke tempat perbelanjaan yang tidak jauh dari dorm
mereka. Seperti kebanyakan yeoja lainnya jika sudah berkumpul untuk window
shopping, dari seluruh penjuru pasti akan dijelajahi sampai lupa waktu.
“Ayo kita membeli gelang dengan model yang sama tapi
dengan warna kesukaan masing-masing!” Jennie menyarankan.
“Setuju, ayo beli yang ini.” Jinny menunjuk gelang
dengan hiasan berupa bulu dengan warna pink.
“Gurae... aku mau warna biru.” Miyeon menyetuji dan
segera mengambil gelang yang ia inginkan.
Tanpa mereka sadari, kini sore telah menjemput.
Setelah puas ber-grouphie ria di atap mall, mereka belum memutuskan untuk
pulang. Bukan untuk melarikan diri, mereka juga butuh waktu untuk saling
berbicara.]
“Unnie, bagaimana jika suatu saat nanti kita
dipisahkan sebelum debut?” Lalice menyebutkan ketakutannya.
“Kita hanya bisa berlatih keras dan berdoa semoga
semua ketakutan itu tidak terjadi Lisa-ya.” Jennie melirik seluruh membernya.
***
“Lisa-ya, sepertinya tadi ada yang datang kesini untuk
mencarimu.” Jisoo memberitau Lalice begitu mengecek video doorphone yang
terpasang di depan pintu.
“Yang benar saja, kurasa mamaku tidak sedang ada di
Korea.” Lalice bingung mendengar perkataan unnienya.
“Bukan mamamu, Bambam.” Jisoo memelankan suaranya
ketika menyebut nama Bambam.
“Huh? Dia? Ngapain dia datang?” Lalice kembali
menggerutu.
“Sepertinya kau sangat membenci nama itu, kenapa
Lisa-ya?” Jisoo penasaran apa alasan Lalice selalu menghindari satu nama ini,
bahkan untuk menyebut namanya pun Lalice enggan.
“Unnie, apa kau janji akan merahasiakannya jika aku
memberitaumu?”
“Tentusaja, kau bisa memegang ucapanku.” Jisoo
menyanggupi.
Lalice POV
Akhirnya hari ini aku bisa menceritakan semua
cerita terpendamku setelah bertahun-tahun hanya kusimpan sendirian. Perasaan
yang telah hilang itu kuceritakan pada Jisoo unnie, karena aku ingin meminta
pendapat unnie. Yepp…. Dulu memang aku ‘pernah’ menyukai Bambam, tapi itu dulu
sebelum kehadiran Junhoe yang bisa membuatku merasa nyaman didekatnya.
“Unnie, kau tau kan dulu aku pernah berada di satu
grup We Zaa
cool dengan Bambam.” Aku memulai
ceritaku.
“Eung… tentu saja. Itu saat kau masih audisi untuk
menjadi YG trainee kan?” Jisoo unnie mulai menangkap arah pembicaraanku.
“Pada saat itu aku memang pernah menyukai Bambam,
entah itu hanya cinta monyet atau cinta sesaat aku tidak tau.” ungkapku
terpenggal.
“Tapi kurasa aku tidak bisa mengulangi perasaan
yang dulu unnie, aku bingung apa yang harus kulakukan. Apalagi untuk saat ini
jujur aku masih sangat mengharapkan keajaiban bisa membuatku dan Junhoe…” aku
tak mempu menyelesaikan kalimatku yang terpenggal.
Author POV
Kalimat itu menggantung begitu saja tanpa bisa
diselesaikan. Air mata Lalice kembali mengalir melewati kedua pipi chubbynya.
Jisoo hanya bisa memeluk Lalice untuk menenangkan gadis yang dua tahun lebih
muda darinya itu. Jisoo tau masalah besar akan muncul jika keegoisan mereka
kembali bertemu, tapi ia juga tidak bisa
mengabaikan perasaan Lalice begitu saja.
“Hey kau masih muda. Bukankah orang akan menjadi
dewasa seiring dengan permasalahan yang mereka selesaikan?” Jisoo memberikan
pendapatnya dalam pelukan Lalice.
“Unnie… tak bisakah aku lahir sebelum peraturan itu
ada?” ucap Lalice disela tangisnya.
“Tuhan tau seberapa batas kemampuan umatnya. Kau
mengalami masalah ini karena Tuhan yakin kau mampu menyelesaikannya. Ikutilah
kata hatimu, jalani sesuai kata hatimu.” Jisoo kembali menyemangati Lalice.
“Tidak ada makhluk yang sempurna, semua orang pasti
punya kekurangan dan kelebihanya Lisa-ya.”
***
Selama liburan musim dingin Lalice pergi ke
Thailand, kampung halamannya. Ia pergi dengan sangat berhati-hati mengingat
akan banyak paparazzi yang menunggunya di airport. Setelah segala persiapan
dilakukan Lalice segera berpamitan dengan teman-temannya untuk pulang ke
Thailand dalam beberapa Minggu. Seluruh member mengantarkan Lalice tanpa turun
dari mobil Van.
“Lisa-ya jangan lupa kau harus kembali dengan
banyak oleh-oleh. Arraseo?” Jennie melambai-lambaikan tangannya dari dalam
mobil.
“Ne… unnie.” Jawab Lalice bersemangat.
Sebuah pesan singkat masuk tepat ketika Lalice
tengah mengecek seluruh barang bawaan yang ia bawa. Melihat siapa pengirimnya
Lalice sama sekali tidak bersemangat untuk membaca pesan itu. Alih-alih membuka
pesan itu, Lalice justru mematikan ponselnya seketika itu juga.
“Untuk apa dia menghubungiku huh!!” gerutu Lalice
sebal terduduk menunggu jam keberangkatan pesawatnya.
Setibanya di rumahnya, Lalice langsung menuju kamar
yang telah lama ditinggalkannya. Merebahkan dirinya disana dengan selimut dan
bantal yang ia rindukan. Terlelap disana karena tubuhnya mengisyaratkan untuk
segera beristirahat saat itu juga.
“Kak, kau mau tidur sampai liburanmu selesai?”
terdengar suara kecil adiknya membangunkan Lalice dari tidur panjangnya.
“Tentu saja tidak, bagaimana sekolahmu? Rankingmu
tidak turun kan?” Lalice yang telah terbangun membawa adik perempuannya dalam
pangkuannya.
“Tentu saja tidak, bagaimana mungkin rangkingku
turun. Aku kan rajin belajar.” Anak kecil itu menjawab dengan bersemangat.
Lalice tersadar jika ia belum membuka ponselnya
sejak di bandara kemarin. Ia mencari benda persegi panjang itu di dalam tas
gendongnya. Memasang baterai kemudian menyalakannya. Ada beberapa pesan masuk
disana, dari teman-temannya di Korea, beberapa pesan dari teman di Thailand dan
beberapa pesan dari Bambam.
Bambam : Kapan kita bisa bertemu?
Lalice : Entah, aku sibuk.
Bambam : Kau sedang di Thailand kan?
Lalice : yes, why?
Bambam : Sabtu sore kutunggu kau di Suvarnabhumi
jam 5 soree.
Lalice : Aku tidak janji.
Bambam : Pokoknya kau harus datang.
“Eish jinjja… 5 menit saja kau tidak ada disana aku
akan pulang!” Lalice membenamkan kepalanya dibawah bantal, ia terlihat
frustasi.
Dengan berat hati Lalice pergi ke airport. Ia pergi
dengan menaiki taxi, tak lupa ia mengenakan masker, beanie dan jaket untuk
menutupi identitasnya. Setibanya di airport Lalice melangkahkan kaki panjangnya
menuju ruang tunggu. Terduduk disana dan menunggu. Benar saja apa yang telah ia
duga, tepat 5 menit telah berlalu, tapi Bambam masih belum menunjukkan batang
hidungnya juga.
“Aku sudah mengatakan lima menit dia tidak muncul,
aku akan pergi. Aku pergi.” Lalice melangkah pergi dari kerumunan orang-orang
airport.
Lalice telah terduduk manis di dalam taxi yang
mengantarnya pulang, tiba-tiba saja Bambam menelponnya.
“Wae?” tanya Lalice acuh.
“Kau dimana? Aku sudah di airport.”
“Aku sudah pulang. Aku muak berada di kerumunan
orang banyak.” Lalice menjauhkan ponselnya dari daun telinganya, mengeletakkan
ponsel itu di kursi kosong sebelahnya.
Ia pulang dan membenamkan kepalanya di bawah
tumpukan bantal. Ia frustasi. Bingung bagaimana harus menghadapi manusia satu
itu.
“Apa yang tadi itu keterlaluan?” Lalice membuka
bantal yang menutupi kepalanya untuk bernapas.
Lalice membuka kembali ponselnya, menghubungi
kembali nomor yang terakhir menghubungi ponselnya.
“Hallo…” suara Bambam terdengar dingin.
“Kau marah?” Lalice bertanya.
“Tidak. Kupikir yang telah terjadi biarkan
berlalu.” Bambam masih menjawab pertanyaan Lalice dengan dingin.
“Kalau begitu aku minta maaf.” Lalice menyatakan
penyesalannya meninggalkan Bambam tanpa menemuinya terlebih dulu.
Lalice buru-buru mengakhiri sambungan teleponnya.
Selang beberapa jam Bambam kembali mengajak Lalice
bertemu kembali, kali ini ia masih bersikeras ingin menemui Lalice. Dengan
egonya ia meminta Lisa untuk datang ke bandara kembali besok pagi. Lalice
menolak karena akan sangat berbahaya jika ada paparazzi yang mengikutinya
mengingat tadi ia sudah kebandara. Meskipun ia berhasil datang dan pulang tanpa
ada orang yang mengikuti, bisa saja ada seseorang yang curiga jika Lalice
terlihat mondar-mandir di airport dalam beberapa hari.
“Kau ini bagaimana, hari ini kau tidak mau menemuiku
begitupun besok? Aku akan tetap menunggu kau di airport sampai kau datang.”
Bambam mengirimkan voice note menjawab penolakan Lalice.
“Eish jinjja... mau sampai besok kiamat aku nggak
bakal dateng titik!” Lalice membanting ponselnya ke kasur sembarangan.
Hari esok telah tiba, Lalice masih menghiraukan ajakan
bertemu Bambam. Ia malah asik mengadakan reuni dengan anggota We Zaa Cool di
salah satu restoran yang ada di Bangkok. Lalice tak heran melihat banyak
notifikasi yang masuk ke ponselnya. Sampai-sampai salah satu temannya meminta
Lalice segera menjawab panggilan masuk dalam ponselnya karena ringtonenya yang
terus berdering.
“Wae?” Lalice menjawab panggilan masuk dari Bambam
setelah membawa ponselnya ke toilet umum.
“Sampai matipun aku akan menunggumu disini.” hanya itu
kata-kata yang mampu Bambam ucapkan.
“Apa kau gila? Lagipula aku juga tidak akan datang.”
Lalice menjawab dengan santai karena prediksinya benar.
“Oke, kalau begitu kau ada dimana? Biar aku yang pergi
kesana.” Bambam segera mengambil tindakan mengingat Lalice pasti akan melakukan
hal yang telah ia katakan.
“Nahm Restaurant” jawab Lalice singkat.
“Aku kesana, sekarang.” sedetik kemudian Bambam
mematikan sambungan telepon.
Lalice kembali ke meja makan, kembali berbincang
dengan teman-teman yang telah lama ia tinggalkan. Membincangkan saat-saat
dimana mereka dulu berjuang bersama untuk bisa menjadi penyanyi dan dancer yang
hebat. Ya... saat dimana dulu Lalice pernah memendam rasa pada Bambam yang
bahkan sampai rasa itu telah menghilang Lalice tak mengijinkan seorangpun tau
kecuali Jisoo.
Seseorang dengan jaket hitam dan kacamata hitam
tiba-tiba menyeret tangan Lalice menjauh dari meja. Membawa Lalice ke halaman
depan restaurant. Ia berlutut disana dan memohon gadis yang telah ia seret agar
menjadi kekasihnya.
“Mama... apa yang harus Lisa kulakukan?” batin Lalice
sangat kaget dengan ulah Bambam yang sangat tiba-tiba.
Di satu sisi ia tidak ingin memperlakukan Bambam lebih
kejam lagi dengan menolaknya dihadapan seluruh teman-temannya. Disisi lain
Lalice tidak ingin mengecewakan Junhoe mengingat Junhoe pasti akan membencinya
jika ia sampai menerima Bambam. Ia bahkan harus memutuskannya saat itu juga
tanpa waktu panjang untuk memikirkan apa dampaknya.
“Apa kau tidak melihat perjuanganku untuk bisa memohon
padamu seperti saat ini?” Bambam kembali mendesak Lalice.
“Junhoe-ssi, ibu maafkan aku harus mengambil keputusan
bodoh ini.” jerit Lalice di dalam lubuk hatinya.
“Oke, sebelum aku berubah pikiran.” jawab Lalice
dingin.
Bambam sangat senang bisa mendengar kata-kata itu
akhirnya bisa keluar dari mulut Lalice. Ia begitu bersemangat menggandeng
tangan Lalice memasuki restoran diiringi sorak teman-teman mereka. Namun Lalice
cepat-cepat menyingkirkan tangan Bambam yang menggengam tangannya. Bahkan untuk
memberikan sebuah senyuman palsu pun, Lalice tak bisa. Sungguh gadis polos itu
tak bisa membohongi perasaannya, terutama ketakutannya akan kehilangan
kepercayaan dari seseorang yang sangat istimewa baginya.
“Aku pulang.” ucap Lalice pergi menjauh dari meja
tanpa bisa menatap wajah orang-orang di meja makan itu.
Lalice terbawa dalam lamunannya.
“Aku takut kau akan membenciku nanti, Junhoe-ssi”
***
Lalice masih tenggelam dalam lamunannya mengingat
kata-kata yang terucap dari dua orang yang dianggap penting baginya.
“Aku rela dia akan menghabiskan banyak waktu berharga
bersama orang lain, tapi bukan untuk dia.”
“Sepertinya dia hanya akan mempermainkanmu, ibu tidak
yakin dia itu anak baik yang akan bisa menjagamu nanti.”
Dua kalimat itu terus berdengung di telinga Lalice
seakan membuat gendang telinganya pecah. Lalice membenamkan wajahnya dalam
derasnya aliran air dari shower yang ia nyalakan. Ia termenung dalam
ingatannya. Ia sendiri didak yakin, apakan perasaan yang telah ia buang bisa ia
tanam kembali.
Bambam : Chagi mwohae?
Lalice : Jangan panggil aku Chagi.
Bambam : Kenapa? Bukankah aku namjachingumu. Kenapa
tidak boleh?
Lalice : Aku tidak suka. Panggil saja dongsaeng.
Bambam : Shireo, kau bukan adikku.
“Terserah.” Lalice kembali mematikan ponselnya.
Untuk saat ini Lalice seperti sedang ada dalam sebuah
ruangan yang disebut neraka. Ia terus menolak, tapi ia pun tak bisa berbuat
banyak. Bahkan saat ia sedang ingin menceritakan masalahnya pada ibunya, ibunya
tak mau menemuinya. Ia semakin merasa berdosa pada semua orang.
Kini tiba waktunya ia harus kembali ke Korea untuk
menjalankan aktivitas seperti biasanya. Saking penasarannya dengan alasan
Bambam bisa menyukainya, ia menanyakan alasan itu langsung tanpa basa basi.
Lalice : Bagaimana kau bisa menyukaiku?
Bambam : Umm... aku mulai menyukaimu ketika kau
berhasil menjadi pemenang YG audition. Sampai akhirnya aku memberanikan diriku
untuk mengungkapkan perasaanku padamu chagiya.
“Hanya karena alasan itu kau berani mengatakan
menyukaiku dan tak akan mempermainkanku? Hey lalu kemana saja kau saat kita
masih ada di WZC? Apa disana kau tak melihat kehadiranku? Apa aku ini cuma
boneka yang sedang belajar dance huh?”
“Jika kau mau masuk YG Entertaintment kenapa harus
mengencani YG trainee? Kenapa kau tak keluar saja dari grupmu yang sekarang dan
mengajukan surat lamaran ke YG. Aneh.” rutuk Lalice begitu mendengar alasan itu.
Tapi justru alasan itu semakin membuat Lalice membenci
namja itu. Jisoo melihat wajah murung Lalice dan menanyakan apa yang menganggu
pikirannya. Sementara Lalice menceritakan masalahnya dan hanya bisa menyesali
keputusannya.
“Unnie, aku harus bagaimana?” tanya Lalice selesai
menceritakan semuanya.
“Aku tau ini berat, Junhoe mengatakan kata-kata itu
pasti juga dengan alasan tertentu karena dialah yang lebih mengenal Bambam den
kepribadiannya. Aku hanya bisa mengatakan padamu untuk menuruti kata hatimu,
bukan kemauanmu.” Jisoo selesai memberikan pendapatnya.
“Jika kau menanyakan pendapat pada gadis-gadis lain,
ia pasti akan lengsung menjawab jangan. Karena mereka telah mengenal kebiasaan
Bambam.” Jisoo menambahkan.
Seminggu berlalu hanya dengan kata-kata selamat pagi,
jangan lupa makan, selamat malam dan selamat tidur. Berulang selama satu minggu
dan itu bukan hanya membosankan bagi Lalice, tapi semakin membuat Lalice merasa
berdosa. Bukan hanya rasa berdosa pada ibunya, terlebih pada Junhoe. Apalagi
tiap Bambam menyebut kata ‘Chagiya’, kata itu semakin membuat kebencian Lalice
bertambah.
Lalice : Tolong jangan ganggu aku, jangan hubungi aku.
Aku sedang sibuk, aku merasa tidak pantas.
Bambam : Why?
Lalice tak berniat membalas satupun pesan yang Bambam
sampaikan.
Lalice membuka akun Path miliknya, memberikan update
dengan lagu Girl’s Day – Darling. Tak lama muncul seseorang mengomentari
postingan tersebut.
Dongdo979 : Cie yang abis apa sama anak WZC.
Liz2797 : Huh? Nothing.
***
Hanna menantang Lalice untuk ikut menemaninya ke tempat latihan iKon.
Lalice dengan perasaan yang tidak yakin menyetujui tantangan itu. Karena ia
ingin mencari keputusan apa yang akan ia lakukan.
“Gurae… karena
setelah aku bertemu Junhoe aku akan mengambil keputusan dengan perbuatan dosa
yang sedang kujalani ini.” batin Lalice
Hari pertemuan sekaligus pengambilan keputusan itu
datang. Lalice tidak mengingkari janjinya untuk menemani Hanna. Ia mengikuti
Hanna sampai saatnya syuting Lalice pergi untung menghilangkan kebosanannya
dengan membeli beberapa snack di minimarket terdekat.
Tak lama kemudian Junhoe muncul dan memberinya minuman
bersoda. Pertemuan yang singkat memang, tapi pertemuan itulah yang membuat
Lalice menemukan jawaban yang ia cari.
“Kurasa aku tau keputusan apa
yang akan kuambil. Junhoe-ssi…”
Lalice melongos pulang sendirian sebelum Hanna
menyelesaikan proses filming. Lalice sudah memiliki keputusan yang ia ambil,
bukan karena ia masih mengharapkan Junhoe kembali padanya. Melainkan karena ia
tak ingin menyakiti perasaannya lebih dalam lagi. Ia juga tak ingin terlalu
lama membohongi Bambam akan perasaannya yang sebenarnya.
To : Lalice
Chagiya?
To : Bambam
I feel so sorry about this. But, I can’t do it
anymore. I still keep one name in my heart, and that name isn’t you. I don’t
wanna hurt you more and more. Let’s end this.
To : Bambam
No more “Chagiya” between us. We’re over now. Don’t
call me or looking for me for any reason, again!
Satu jam kemudian Bambam menjawabnya dengan kata “ya”.
Lalice POV
“Aku tidak bermaksud mementingkan egoku agar aku bisa
lepas darimu, tapi aku pun tak ingin kisah ini berlarut terlalu lama dan
membuat kita sama-sama terluka. Bukankah itu akan semakin menyakitkan?”
“Daripada nantinya hanya akan menyakiti keduanya, akan
lebih baik jika segera diakhiri.”
“Aku tidak maksud menggurui maupun mendewai, tapi
beginilah keputusanku.”
“Meskipun aku akan tenggelam dalam kesendirianku,
tidak apa-apa… asalkan kau tidak membenciku Junhoe-ssi.”